Wednesday, May 27, 2015

KUALITAS PRODUK



Salah satu nilai utama yang diharapkan oleh pelanggan dari produsen adalah kualitas produk dan jasa yang tertinggi. Menurut American Society for Quality Control[1], kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.
Menurut Kotler[2] : Kualitas produk adalah kemampuan suatu barang untuk memberikan hasil / kinerja yang sesuai atau melebihi dari apa yang diinginkan pelanggan. Sedangkan Garvin yang dikutip oleh Gaspersz[3], untuk menentukan kualitas produk, dapat dimasukkan ke dalam 6 (enam) dimensi, yaitu :
1.       Performance; berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakterisitik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang tersebut.
2.       Feature; karakteristik sekunder atau pelengkap yang berguna untuk menambah fungsi dasar yang berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya.
3.       Reliability; berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula.
4.       Conformance; berkaitan dengan tingkat kesesuaian dengan spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. Kesesuaian merefleksikan derajat ketepatan antara karakteristik desain produk dengan karakteristik kualitas standar yang telah ditetapkan.
5.       Durability ; berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat digunakan.
6.       Service Ability ; karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan , kompetensi kemudahan dan akurasi dalam memberikan layanan untuk perbaikan barang.
7.       Aesthetic ; karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi individual.
8.       Fit and Finish ; karakteristik yang bersifat subyektif yang berkaitan dengan perasaan pelanggan mengenai keberadaan produk sebagai produk yang berkualitas.

     Pengertian kualitas sangat beraneka ragam. Menurut Boetsh dan Denis yang dikutip oleh Fandy Tjiptono[4] : Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,jasa,manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendapat diatas dapat dimaksudkan bahwa seberapa besar kualitas yang diberikan yang berhubungan dengan produk barang beserta faktor pendukungnya memenuhi harapan penggunanya. Dapat diartikan bahwa semakin memenuhi harapan konsumen, produk tersebut semakin berkualitas.
     Relevan dengan pendapat diatas, Clark[5] mendefinisikan kualitas sebagai ” how consistenly the product or service delivered meets or exceeds the customer’s (internal or eksternal) expectation and needs” (seberapa konsisten produk atau jasa yang dihasilkan dapat memenuhi pengharapan dan kebutuhan internal dan eksternal pelanggan).
Sedangkan Stevenson[6] mendefinisikan kualitas sebagai ” the ability of a product or service to consistently meet or exceed customer expectations” (kemampuan dari suatu produk atau jasa untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan).
     Dengan kata lain, meskipun menurut produsennya, barang yang dihasilkannya sudah melalui prosedur kerja yang cukup baik, namun jika tetap belum mampu memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh konsumen, maka kualitas barang atau jasa yang dihasilkan oleh produsen tersebut tetap dinilai sebagai suatu yang memiliki kualitas yang rendah. Disamping harus mampu memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh konsumen, baik buruknya kualitas barang yang dihasilkan juga dapat dilihat dari konsistensi keterpenuhan harapan dan kebutuhan masyarakat. Pernyataan ini menegaskan bahwa kualitas tersebut hendaknya dinilai secara periodik dan berkesinambungan sehingga terlihat konsistensi keterpenuhan standar diatas.
     Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas produk dapat menentukan kepuasan pelanggan yang berhubungan dengan harapan dari pelanggan itu sendiri terhadap kualitas produk yang dirasakannya. Sedangkan menurut Stevenson[7], dimensi kualitas produk adalah sebagai berikut :
1.       Performance, hal ini berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang tersebut.
2.       Aesthetics, merupakan karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi individual.
3.       Special features, yaitu aspek performansi yang berguna untuk menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya.
4.       Conformance, hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan.
5.       Reliability, hal ini yang berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula.
6.       Durability, yaitu suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau masa pakai barang.
7.       Perceived Quality, berkaitan dengan perasaan pelanggan mengenai keberadaan produk tersebut sebagai produk yang berkualitas.
8.       Service ability, berkaitan dengan penanganan pelayanan purna jual, seperti penanganan keluhan yang ditujukan oleh pelanggan.




KINERJA MANAJEMEN PERSEDIAAN BAHAN BAKU



 Pengertian Manajemen
Asal kata manajemen adalah dari bahasa inggris yaitu to manage yaitu mengurus, ada juga yang menggunakan istilah tata laksana, yang terpenting dari kandungan makna tersebutadalah manajemen mempunyai pengertian pengurusan suatu usaha atau dengan penegrtian lain manjemen adalah mengurus, mengatur membina, memimpin agar tujuan suatu usaha tercapai sesuai yang dikehendaki.
George R. Terry dalam “Principles of Management” 
Manajemen merupakan suatu proses yang terdiri dari tindakan perencanaan, pengorgsanisasian, penggerakan dan penegndalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumberdaya mnusia dan sumer-sumber lainnya.

Harold Koonzt dan Cyril O’Donnel dalam “Principle of Management An Analysis of management Functions” menyebutkan bahwa manajemen adalah usaha mencapai tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atas jumlah aktvitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, penggerakan, dan penegndalian.
Malayu SP hasibuan mendefinisiakan manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

 Pengertian Manajemen Produksi dan Operasi
Fograrty (1989) pada buku Eddy Hejanto (Manajemen Produksi dan Operasi, 2003:2)
“mendefinisikan manajemen produksi dan operasi sebagai suatu proses secara berkesinambungan dan efektif menggunakan fungsi manajemen untuk mengintegrasikan berbagai sumber daya secara efisien dalam mencapai tujuan”.
Suatu kegiatan (proses) yang berkesinmabungan atau kontinyu bukan suatu kegiatan yang berdiri sendiri, keputusan manajemen yang bukan merupakan keputusan sesaat tetapi tindakan yang berkelanjutan atau suatu proses yang kontinyu.

Manajemen produksi dan operasi ini harus mempunyai pengtahuan luas mengnai fungsi manajemen yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (Organizing), penggerakan (actuating), dan pengendalian (cotrolling), dimana fungsi manajemen ini di intregasikan dengan faktor-faktor produksi yaitu SDA (sumber daya alam), SDM (sumber daya manusia), SDT (modal) dan Keahlian (Skill) yang kemudian diolah (produksi) untuk menghasilkan barang dan jasa, faktor-faktor produksi ini diolah seefektif dan seefisien mungkin.
Dalam proses tersebut kegiatan yang efektif yang berarti segala kegiatan harus dilakukan secara tepat dan sebaik-baiknya serta mencapai hasil; sesuai dengan yang diharapkan produksi dan operasi juga dituntut untuk efisien agar dapat mengoptimalkan sesuatu produk sesuai yang direncanakan.
  
 Persediaan
Menurut Rangkuti (2007): 
persediaan (Inventory) didefensikan sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu untuk memenuhi 
permintaan dari konsumen atau pelanggan setiap waktu. 

Sedangkan menurut Hani Handoko (2000), 
persediaan (Inventory) adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumber daya-sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan baik internal maupun eksternal. 

Tampubolon (2004) menyatakan:
 manajemen persediaan sangat berkaitan dengan system persediaan di dalam suatu perusahaan yang bertujuan untuk menciptakan efisiensi dalam proses konversi.

Modul Universitas Gunadarma (n.d) menyatakan: 
Manajemen persediaan mengharuskan adanya pengelolaan persediaan untuk merencanakan dan mengendalikan persediaan pada tingkat yang optimum. Perlu untuk menentukan kualitas persediaan yang wajar untuk memenuhi pengelolaan/produksi atas suatu dasar yang terjadwal dan sesuai dengan order pelanggan. 

Menurut Yamit, (2002) dalam Hari (2005), 
persediaan merupakan kekayaan perusahaan yang memiliki peranan penting dalam operasi bisnis, maka perusahaan perlu melakukan manajemen persediaan proaktif, artinya perusahaan harus mampu mengantisipasi keadaan maupun tantangan yang ada dalam manajemen persediaan untuk mencapai sasaran akhir dalam manajemen persediaan, yaitu untuk meminimasi total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk penanganan persediaan.

Penggolongan Persediaan
Mulyadi (2001) mengelompokkan persediaan sebagai berikut: “Dalam perusahaan manufaktur persediaan terdiri dari : persediaan produk jadi, persediaan produk dalam proses, persediaan bahan baku, persediaan bahan penolong, persediaan habis pakai pabrik, persediaan suku cadang. Dalam perusahaan dagang persediaan hanya terdiri dari satu golongan saja yaitu persediaan barang dagangan”
Menurut Willson dan Campbell yang dialihbahasakan oleh Tjintjin Fenix Tjendera (2001) pengelolaan persediaan secara luas adalah:
 Secara luas fungsi pengelolaan persediaan meliputi pengarahan arus dan penanganan barang secara wajar mulai dari penerimaan sampai pergudangan dan penyimpanan, menjadi barang dalam pengolahan dan barang jadi, sampai berada di tangan pelanggan

Tujuan Pengelolaan Persediaan
Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan sudah tentu memiliki tujuan-tujuan tertentu. Menurut Agus Ristono, tujuan pengelolaan persediaan adalah
a)         Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan cepat (memuaskan konsumen)
b)        Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya proses produksi, hal ini dikarenakan alasan:
ð                    Kemungkinan barang (bahan baku dan penolong) menjadi langka sehingga sulit untuk diperoleh
ð                    Kemungkinan supplier terlambat mengirimkan barang yang dipesan
c)         Untuk mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan dan laba perusahaan
d)        Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat mengakibatkan ongkos pesan menjadi besar
e)         Menjaga supaya penyimpanan dalam emplacement tidak besar-besaran, karena akan mengakibatkan pemborosan tempat.
Persediaan merupakan salah satu unsur paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinu diperoleh, diubah, kemudian dijual kembali.
Sedangkan menurut Hanson Mowen (1997) menyatakan alasan menyimpan persediaan yaitu:
1.    Untuk menyeimbangkan antara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan
2.    Untuk memuaskan permintaan pelanggan
3.    Untuk menghindari fasilitas yang tidak dapat bekerja
4.    Proses yang tidak dapat diandalkan
5.    Untuk mengambil keuntungan dan diskon-diskon
6.    Untuk berjaga-jaga jika terjadi kenaikan harga dimasa datang

Zangwill menyatakan dalam Narendra (2004) “pandangan lama tentang memiliki sejumlah inventori yang bernilai dalam lingkungan stabil dan dapat diduga tetapi dalam ketidakpastian yang semakin besar, pandangan baru tentang waktu respon yang cepat dan fleksibillitas diperlukan”.
Menurut Agus Ristono (2008) 
Pengendalian pengadaan persediaan perlu diperhatikan karena berkaitan langsung dengan biaya yang harus ditanggung perusahaan sebagai akibat adanya persediaan. Oleh sebab itu, persediaan yang ada harus seimbang dengan kebutuhan, karena persediaan yang terlalu banyak akan mengakibatkan perusahaan menanggung risiko kerusakan dan biaya 

Penyimpanan yang tinggi di samping biaya investasi yang besar. Tetapi jika terjadi kekurangan persediaan akan berakibat terganggunya kelancaran dalam proses produksinya
Pengelolaan inventori akan sangat berbeda bila permintaan tergantung atau tidak pada kondisi pasar. Menurut permintaannya, persediaan dapat dibedakan menjadi dua macam (Tersine 1994):
1.             Independent demand inventory, yakni persediaan yang jumlahnya tidak dipengaruhi oleh jumlah persediaan barang lainnya.
2.             Dependent demand inventory, yakni persediaan yang jumlahnya dipengaruhi oleh jumlah persediaan barang lainnya.
Menurut Sumayang (2003), 
Independent demand inventory merupakan permintaan pasar yang kadang-kadang menunjukkan pola yang tetap tetapi kadang-kadang terpengaruh oleh permintaan yang acak atau keinginan pelanggan yang berubah. 
Dependent demand inventory mempunyai pola permintaan yang bergejolak atau yang ada dan tidak ada atau “on-off” karena penyelesaian barang jadi dijadwalkan dalam paket atau lot.









“Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi”,
a.              Pada system independent demand inventory, maka model yang tepat adalah pengisian kembali persediaan dengan jumlah yang digunakan atau merupakan penggantian atau replenishment. Pada saat persediaan mulai berkurang maka kondisi ini akan memacu untuk segera melakukan pemesanan sebagai ganti persediaan yang telah sigunakan.
b.             Pada system dependent demand, apabila persediaan berkurang maka pemesanan belum dapat dilakukan. Pemesanan akan dilakukan bila ada permintaan barang dari tahapan proses berikutnya.

 Manajemen Persediaan
Manajemen persediaan memerlukan perhatian yang penting dari pihak manajemen perusahaan karena manajemen yang buruk dapat menimbulkan masalah baik dalam kegiatan beroperasi mauoun dalam bisnis.
Maksud dari manajemen persediaan adalah untuk menentukan jumlah persediaan yang disimpan yaitu seberapa banyak persediaan yang disimpan, berapa banyak yang harus dipesan, dan kapan persediaan harus diisi kembali.
Indrajat dan Djoko Pranoto (2003) dalam Henmaidi dan Heryseptemberiza (2007) menyatakan “Manajemen persediaan (Inventory Control) adalah kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penentuan kebutuhan material sehingga kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada waktunya dan persediaan dapat ditekan secara optimal.”Manajemen persediaan juga berkaitan dengan manajemen logistik, manajemen logistik juga membahas mengenai gudang, pergerakan (pemindahan) dan penyimpanan. Manajemen logistik menurut Donal (2002) “proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan barang jadi dari para supplier, diantara fasilitas-fasilitas perusahaan dan kepada para langganan”.
 Prestasi logistik diukur dengan:
1.             Availability (penyediaan), Availability adalah menyagkut kemampuan perusahaan untuk secara konsisten memenuhi kebutuhan material atau produk, jadi availability menyangkut level persediaan.
2.             Capability (kemampuan), menyangkut jarak dan waktu antara penerimaan suatu pesanan dengan pengantaran barangnya. Capability terdiri dari kecepatan pengantaran dan konsistennya dalam jangka waktu tertentu.
3.             Quality (mutu), menyangkut berapa jauh baiknya tugas logistic itu secara keseluruhan dilaksanakan, dilihat dari besarnya kerusakan, item-item yang betul, pemecahan masalah-masalah yang tak terduga.
Praktisnya, persediaan hanya mengatur jumlah dan kapan pemesanan dilakukan, sedangkan logistik mengatur secara detail mengenai posisi barang di gudang, bagaimana sirkulasi barang di gudang bisa lancar, tidak hanya mengenai berapa dan kapan persediaan harus dilakukan. 

  Fungsi-Fungsi Persediaan
Persediaan dapat melayani beberapa fungsi yang akan menambahkan fleksibilitas operasi perusahaan. Fungsi persediaan menurut Rangkuti (2007), yaitu:
1.             Fungsi Decuopling, untuk membantu perusahaan agar bisa memenuhi permintaan langganan tanpa tergantung pada supplier.
2.             Fungsi Economic Lot Sizing, persediaan ini perlu mempertimbangkan penghematan-penghematan (potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit lebih murah dan sebagainya) karena perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih besar, dibandingkan dengan biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa gudang, investasi, risiko, dan sebagainya)
3.             Fungsi antisipasi, untuk mengantisipasi dan mengadakan permintaan musiman (seasonal inventories), menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan untuk menyediakan persediaan pengamanan (safety stock)

   Selain fungsi fungsi di atas,
Menurut Herjanto ( 1997 ) dalam Priyanto (2007) terdapat enam fungsi penting yang dikandung oleh persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan, antara lain :
1.             Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang dibutuhkan perusahaan.
2.             Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan.
3.             Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi.
4.             Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga perusahaan tidak akan kesulitan bila bahan tersebut tidak tersedia di pasaran.
5.             Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan kuantitas ( Quantity discount )
6.             Memberikan pelayanan kepada langganan dengan tersedianya bahan yang diperlukan. 

 Biaya dalam Persediaan
Untuk pengambilan keputusan penentuan besarnya jumlah persediaan, ada beberapa biaya yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan. Hani Handoko (2000) menjelaskan bahwa biaya yang timbul dari persediaan itu adalah:
1.             Biaya penyimpanan (holding cost atau carrying), adalah biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak, atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk dalam penyimpanan adalah:
a.             Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pemanas dan pendingin).
b.             Biaya modal (opportunity cost of capital, yaitu alternative pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan).
c.             Biaya keusangan
d.            Biaya perhitungan phisik dan konsiliasi laporan
e.             Biaya asurani persediaan
f.              Biaya pajak persediaan
g.             Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan
h.             Biaya penanganan persediaan.
2.             Biaya pemesanan (ordering cost), mencakup biaya pasokan, pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi, upah, biaya telephone, pengeluaran surat menyurat, biaya pengepakan dan penimbangan, biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan, biaya pengiriman ke gudang, biaya hutang lancar.
3.             Biaya penyiapan (manufacturing). Biaya penyiapan biasanya lebih banyak digunakan dalam pabrik, perusahaan menghadapi biaya penyiapan untuk memproduksi komponen tertentu.
4.             Biaya kehabisan atau kekurangan. Biaya kekurangan bahan (shortage cost) sangat sulit diperkirakan, biaya ini timbul bilamana persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya yang temasuk pada biaya ini antara lain: kehilangan penjualan, kehilangan langganan, biaya pemesanan khusus, biaya ekspedisi, selisih harga, terganggunya operasi, tambahan pengeluaran kegiatan manajerial.

 Pengawasan Persediaan
Pengawasan persediaan sangat berperan penting dalam mengetahui keadaan persediaan di gudang.Menurut Donal (2002) “Pengawasan persediaan adalah suatu prosedur mekanis untuk melaksanakan suatu kebijakan persediaan. Aspek accountability dari pengawasan ini akan mengukur berapa unit yang ada di tangan pada suatu lokasi tertentu dan terus mengikuti penambahan dan pengurangan terhadap kuantitas dasar..”
Sukanto (2003) menyatakan bahwa pengawasan persediaan berfungsi:Sebagai penyangga factor proses produksi sehingga proses dapat berjalan terus,menetapkan banyaknya yang harus disimpan sebagai sumber daya agar tetap ada, sebagai pengurang inflasi,menghindari kekurangan/kelebihan bahan. 
Sedangkan menurut Rangkuti (2007),
Menjaga jangan sampai kehabisan persediaan, supaya pembentukan persediaan stabil dan menghindari pembelian kecil-kecilan sehingga terjadi pemesanan yang ekonomis.

 Sistem Pengendalian Persediaan
Tujuan dari pengendalian persediaan yaitu untuk membantu mengetahui aliran barang yang sudah habis terjual dan yang masih tinggal di gudang.
Menurut Sugiri ( 1995 ), terdapat dua alternatif sistem pengendalian persediaan, yaitu :
a.              Sistem Fisik ( Periodik )
Pada sistem fisik, harga pokok penjualan baru dihitung dan dicatat pada akhir periode akuntansi.Cara yang dilakukan dengan menghitung kuantitas barang yang ada digudang di setiap akhir periode, kemudian mengalikan dengan harga pokok per satuannya. Dengan cara ini, maka jumlahnya baik fisik maupun harga pokoknya, tidak dapat diketahui setiap saat. Konsekuensinya, jumlah barang yang hilang tidak dapat dideteksi denga sistem ini.
b.             Sistem Perpectual
Dalam sistem perpectual, perubahan jumlah persediaan dimonitor setiap saat.Caranya adalah dengan menyediakan satu kartu persediaan untuk setiap jenis persediaan. Kartu ini berfungsi sebagai buku pembantu persediaan dan digunakan untuk mencatat mutasi setiap hari.

 Economic Order Quantity (EOQ)
Menurut Petrus (2001), ada model sederhana untuk menentukan berapa jumlah dan kapan persediaan harus diadakan, yaitu dengan menggunakan model yang menyatakan:
1.      Simpan persediaan sebanyak kebutuhan selama satu tahun
2.      Pesan kembali jika persediaan hampir habis
3.      Jangan pesan persediaan jika tidak ada tempat untuk menyimpannya.
Model ini tidak mempunyai dasar perhitungan tertentu.Pada prinsipnya model tersebut hanya melihat masalah waktu, ketersediaan barang dan tempat penyimpanan.
Model EOQ pertama kali diperkenalkan oleh FW.Harris pada tahun 1915. Persediaan dianggap mempunyai dua macam biaya, biaya pesan/ ordering cost/ set up cost dan biaya simpan/carring cost/holding cost.
Heizer dan Render (2005) menyatakan EOQ merupakan salah saru teknik pengendalian persediaan tertua dan paling terkenal. Teknik ini relative mudah digunakan, tetapi didasarkan pada beberapa asumsi:
1.      Tingkat permintaan diketahui dan bersifat konstan
2.      Lead time, yaitu waktu antara pemesanan dan penerimaan pesanan, diketahui, dan bersifat konstan. Ada dua macam pegertian Lead time, pada produksi, berarti jangka waktu sejak barang mulai dibuat sampai dengan selesai dikerjakan; dalam pembelian, berarti jangka waktu sejak barang dipesan sampai barang tiba/datang.
3. Persediaan diterima dengan segera. Dengan kata lain, persediaan yang dipesan tiba dalam bentuk kumpulan produk, pada satu waktu
4. Tidak mungkin diberikan diskon
5. Biaya variabel yang muncul hanya biaya pemasangan atau pemesanan dan biaya penahanan atau penyimpanan persediaan sepanjang waktu
6. Keadaan kehabisan stok (out of stock) dapat dihindari sama sekali bila pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat.
Rumusan EOQ yang biasa digunakan adalah:
EOQ = ……………………..
Dimana: S = Biaya pemesanan ( persiapan pesanan dan penyiapan mesin ) per pesanan
D = penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per periode waktu.
H= Biaya penyimpanan per unit per tahun
Sukanto (2003) menyatakan bahwa apabila anggapan yang digunakan dalam model EOQ diberlakukan, maka dimungkinkan membuat kebijaksanaan persediaan yang meminimumkan biaya total.Kebijakan persediaan dapat menentukan jumlah pesanan ekonomis yang bertalian dengan penentuan berapa banyak dipesan dan titik pemesanan kembali yang bertalian dengan kapan mengadakan pesanan.
Sedangkan konsep Just In Time atau “Sistem Kanban” dalam Rangkuti (2000) menyatakan “konsep just-in-time bertujuan untuk meminimalkan biaya penyimpanan. Dengan demikian, apabila tingkat persediaan lebih rendah dari pada EOQ, maka
ordering cost akan meningkat dan total biaya akan lebih tinggi daripada optimal. Dengan demikian, untuk mengimplementasikan konsep just-in-time, sangat penting untuk biaya pemesanan atau set-up lebih rendah daripada nilai sebelumnya”.


Menurut Hani handoko (2000) model EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya kebalikannya (inverse cost) pemesanan persediaan.
Buffa(2002) menyatakan dengan menetapkan kebijaksanaan EOQ maka di dalam setiap tahun dapat ditentukan lebih banyak order dalam jangka waktu beberapa kali saja sehingga kurang begitu sering menghadapi risiko kehabisan stock.
Apabila jumlah permintaan atau kebutuhan lebih besar dari pada tingkat persediaan yang ada, maka akan terjadi kekurangan persediaan atau bisa disebut dengan stock out. Pada situasi ini, perusahaan akan mengalami dua kemungkinan
a.     Permintaan akan dibatalkan sama sekali
b.    Barang yang masih kurang akan dipenuhi kemudia
Perusahaan tidak akan memilih pada point pertama, karena akan menghilangkan simpati pelanggan dan akan berpengaruh kepada image perusahaan. Barang yang masih kurang akan dipenuhi pada putaran produksi berikutnya.
Out of Stock cost merupakan biaya yang timbul karena jumlah persediaanyang ada tidak mampu memenuhi jumlah pesanan atau order yang ada. Biaya Out of Stock / Stock Out ada 2 jenis:
1.             Lost Sales Cost, biaya yang disebabkan karena adanya kekurangan persediaan sehingga konsumen memilih untuk membatalkan pesanannya. Besarnya biaya ini seimbang dengan keuntungan atau laba yang akan didapatkan dari penjualan produk tersebut.
2.             Back Order Cost, terjadi ketika konsumen masih bersedia untuk menunggu hingga pesanannya dipenuhi, sehingga dalam hal ini penjualan tidak hilang melainkan hanya ditunda. Biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memproses ulang pesanan, dan biaya transportasi tambahan jika sepertinya pesanan tersebut tidak dapat didistribusikan melalui distribusi secara normal.

Kapasitas Lebih (Over Stock)
Kapasitas lebih (over stock) dalam persediaan merupakan stock atau persediaan yang disimpan akibat tidak seluruhnya dapat terserap oleh pasar. 
Barry (1972) dalam Buffa (2002) menyatakan “ apabila dari periode yang satu ke periode yang lain jumlah permintaan ternyata tidak sama, sebagaimana yang sering terjadi di dalam ramalan mengenai kebutuhan, hal itu berarti bahwa salah satu asumsi yag melandasi rumus EOQ telah dilanggar. Karena permintaan tidak terjadi menurut tingkat yang konstan, sebagaimana diasumsikan oleh rumus EOQ, pembatasan ukuran jumlah yang tetap akan mengakibatkan biaya persediaan yang makin meningkat. Hal ini terjadi karena antara kuantitas pesanan dan nilai permintaan tidak cocok, sehingga kelebihan persediaan harus dipindahkan dari minggu ke minggu”.

Titik Pemesanan Ulang (Reorder Point)
Menurut Heizer dan Render (2005) model-model persediaan mengasumsikan bahwa suatu perusahaan akan menuggu sampai tingkat persediaannya mencapai nol sebelum perusahaan memesan lagi, dan dengan seketika kiriman akan diterima. Keputusan akan memesan biasanya diungkapkan dalam konteks titik pemesananulang, tingkat persediaan dimana harus dilakukan pemesanan.
ROP atau biasa disebut dengan batas/titik jumlah pemesanan kembali termasuk permintaan yang diinginkan atau dibutuhkan selama masa tenggang, misalnya suatu tambahan/ekstra stock. Menurut Freddy Rangkuti, reorder point mempunyai beberapa model, diantaranya yaitu:
1.             Jumlah permintaan maupun masa tenggang adalah konstan.
2.             Jumlah permintaan adalah variable, sedangkan masa tenggang adalah konstan
3.             Jumlah permintaan adalah konstan, sedangkan masa tenggang adalah variable
4.             Jumlah permintaan maupun masa tenggang adalah variable.Reorder Point sangat membantu perusahaan dibandingkan MRP dalam mengatasi masalah kapan harus dilakukan pemesanan. Menurut Rangkuti (2000) MRP (Material requirement planning) adalah suatu jenis system perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahapan proses/fase.MRP digunakan untuk persediaan dengan system dependent inventori, sedangkan reorder point digunakan untuk Independent Inventory. Beberapa perbedaan pokok antara MRP dan Sistem Titik Pemesanan.
Tabel 2.1
Perbandingan Antara Sistem MRP dan Sistem Titik Pemesanan

MRP
Titik Pemesanan
Permintaan
Filosofi Pemesanan
Peramalan
Konsep Pengendalian
Tujuan
Ukuran Satuan
Pola Permintaan
Tipe persedisaan
Tidak bebas
Kebutuhan
Berdasarkan Jadwal Induk
Kendali Seluruh Barang
Memenuhi Kebutuhan Proses Manufaktur
Diskrit
Tidak mrmrnuhi tapi dapat diprediksi
Barang dalam proses dan bahan mentah
Bebas
Penambahan Ulang
Berdaarkan Permintaan yang Lalu
ABC
EOQ
Acak
Barang Jadi dan Suku Cadang
Sumber: Roger G Schroeder, “ Manajemen Operasi, Pengambilan Keputusan dalam Suatu Fungsi Operasi, jilid 2, edisi ketiga, 1994”

Menurut Donald (2002)
peramalan merupakan cara perusahaan untuk mencari tahu limit ketidakpastian masa depan terhadap operasi perusahaan. Ramalan tentang permintaan ini akan memberikan mata rantai penghubung antara perusahaan dengan lingkungan pasarnya. Hasil yang diharapkan dari peramalan ini adalah seperangkat perkiraan dari seluruh manajer mengenai level yang diharapkan dari kegiatan bisnis di masa depan dan perkiraan prestasi penjualan dari masing-masing produk”.
Kombinasi dari kebijaksanaan EOQ dan persediaan pengamanan menentukan standart bagi mekanisme pemesanan kembali (reordering).

Persediaan Pengamanan (Safety Stock) 
Agus Ristono (2008) menyatakan “persediaan pengamanan atau safety sotck adalah persediaan yang dilakukan untuk mengantisipasi unsur ketidakpastiaan permintaan dan penyediaan. Apabila persediaan pengamanan tidak mampu mengantisipasi ketidakpastian tersebut, akan terjadi kekurangan persediaan (stockout).”
Safety stock bertujuan untuk menentukan berapa besar stock yang dibutuhkan selama masa tenggang untuk memenuhi besarnya permintaan.
Menurut Freddy Rangkuti (1996) “Jumlah safety stock yang sesuai dalam kondisi tertentu sangat tergantung pada factor-faktor sebagai berikut:”
1.             Rata-rata tingkat permintaan dan rata-rata masa tenggang
2.             Variabilitas permintaan dan masa tenggang
3.             Keinginan tingkat pelayanan yang diberikan.
Untuk tingkat pelayanan dari siklus pemesanan, besarnya tingkat permintaan atau masa tenggang menyebabkan jumlah safety stock harus lebih banyak sehingga dapat memenuhi tingkat pelayanan yang diinginkan.
Menurut Donal (2002) “jumlah persediaan pengamanan dalam suatu sistem logistic bergantung kepada sasaran tingkat pelayanan, waktu pesanan, perbedaan waktu pesanan, dan jumlah fasilitas yang menyediakan sejumlah persediaan tertentu”. 
Dengan kata lain, dengan berbagai variasi terhadap tingkat permintaan dan masa tenggang, dapat dicapai peningkatan tingkat pelayanan sehingga dapat merefleksikan biaya kehilangan penjualan (misalnya kehilangan penjualan, ketidaksesuaian dengan keinginan konsumen) atau dapat juga diakibatkan oleh adanya kebijakan, misalnya keinginan manajer untuk memberikan tingkat pelayanan tertentu untuk jenis barang tertentu. 

Inventory Turn Over 
Konsep yang berkaitan dan selalu digunakan oleh manajemen untuk memonitor tingkat persediaan.Inventory Turn Over termasuk kedalam pengukuran relative investasi.Perputaran persediaan merupakan angka yang menunjukkan kecepatan pergantian dalam periode tertentu, biasanya dalam waktu satu tahun.
Namun, karakteristik turn over tidak dapat sepenuhnya dipakai sebagai ukuran kinerja perusahaan, karena hal ini menghilangkan factor biaya penting lainnya sehingga dapat menyebabkan tindakan yang dapat menurunkan laba (profit). Prinsipnya, semakin tinggi Inventory Turn Over berarti kinerja persediaan semakin baik

Economic Order interval
Persediaan dengan menggunakan model EOQ/ROP, sangat berkaitan dan berpengaruh terhadap interval waktu pemesanan secara tetap. Freddy menyatakan “ penggunaan interval waktu pemesanan yang tetap lebih praktis”.
Keuntungan dan Kerugian Economic Order Interval
1. Metode ini menghasilkan control yang ketat terhadap kelompok A dalam klasifikasi A-B-C karena adanya evaluasi secara periodic yang diperlukan.
2.    Untuk segi negativenya, system ini sangat membutuhkan jumlah relative besar untuk safety stock, untuk risiko kehabisan persediaan karena adanya proteksi dengan kehilangan penjualan selama interval pemesanan ditambah dengan masa tenggang (sebagai ganti masa tenggang) dan hal ini akan meningkatkan biaya penyimpanan. Juga ada biaya evaluasi secara periodic.

Metode Analisis ABC
Analisis ABC merupakan salah satu model yang digunakan untuk memecahkan masalah penentuan titik optimum, baik jumlah pemesanan maupun order point. Analisis ABC sangat berguna dalam memfokuskan perhatian manajemen terhadap penentuan jenis barang yang paling penting dalam system inventori yang bersifat multisystem.
ABC Analisis mengklasifikasikan persediaan dalam tiga kategori, yaitu: A, B, dan C dengan basis volume penggunaan biaya persediaan dalam setahun. Analisis ABC adalah sebuah aplikasi persediaan dari prinsip Pareto, dikembangkan oleh Vilfredo Pareto ahli ekonomi Italia, yang menyatakan bahwa “ terdapat sedikit hal yang penting dan banyak hal yang sepele.” Tujuannya adalah membuat kebijakan persediaan yang memusatkan sumber daya pada komponen persediaan penting yang sedikit dan bukan pada yang banyak tetapi sepele.Menurut Freedy Rangkuti (1996), “Masing-masing jenis barang membutuhkan analisis tersendiri untuk mengetahui besarnya order size dan order point.” Namun demikian, harus kita sadari bahwa berbagai macam jenis barang yang ada dalam persediaan tersebut tidak seluruhnya memiliki tingkat prioritas yang sama.
Freddy Rangkuti (1996) menyatakan Prosedur Analisis ABC bisa dilakukan dengan cara menentukan standar atau kinerja untuk pengelompokan semua jenis barang, urutan semua jenis barang tersebut dalam persediaan berdasarkan ukuran standar.
Dalam analisis abc ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
1)   Berkaitan dengan kinerja ukuran. Nilai penjualan sering digunakan sebagai ukuran kinerja, untuk memperoleh keputusan yang berbeda, ukuran yang dipakai harus sesuai dengan tujuan pengambilan keputusan. Dengan demikian, criteria ukuran yang dipakai harus menunjukkan skala terbaik dari keputusan yang diambil.
2)   Perusahaan memiliki jenis barang yang masuk dalam kategori kelompok C berdasarkan kriteria penjualan, tetapi sangat penting untuk pelanggan. Meskipun komponen tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus dari pihak manajemen, sama seperti jenis barang terdapat dalam kelompok A dan B.

Management introducing uts 2019

MANAGEMENT INTRODUCTIONS   SOAL UTS         : 2019 /semester I , Waktu    : 1 jam. -------------------------------------------------...