Saturday, May 23, 2015

KEPUASAN PELANGGAN



Pengertian Kepuasan Pelanggan
Berikut ini akan dijelaskan beberapa definisi kepuasan pelanggan menurut para ahli:
Menurut Kotler, et al.,(1996) dalam buku Fandy Tjiptono (2008:24), Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan di bandingkan dengan harapannya.
Kemudian menurut Day (dalam Tse dan Wilton, 1988) dalam buku Fandy Tjiptono (2008:24):
menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang di rasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya.
Selanjutnya menurut Wilkie (1990) dalam buku Fandy Tjiptono (2008:24), kepuasan konsumen adalah suatu tanggapan emosional pada ealuasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk.
Sedangkan menurut Engel, et al.,(1996) dalam buku Fandy Tjiptono (2008:24), kepuasan pelanggan adalah evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan.
Dari beberapa definisi menurut para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon konsumen pada evaluasi perepsi terhadap perbedaan harapan dan kinerja yang dirasakan setelah pemakaian produk atau jasa.
Teori Kepuasan Pelanggan
Pelanggan atau konsumen yang secara kontinue dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk menggunakan produk atau jasa dapat dikatakan bahwa mereka meras puas akan produk atau jasa yang telah diberikan oleh perusahaan.
Adanya perasaan yang lebih yang dirasakan ketika sesuatu hasrat atau keinginan yang diharapkannya tercapai. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kepuasan konsumen mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja hasil yang dirasakan.
Berdasarkan perspektif psikologi, terdapat dua model kepuasan pelanggan, yaitu model kognitif dan model afektif.
1.      Model Kognitif
Pada model ini, penilaian pelanggan didasarkan pada perbedaan antara suatu kumpulan dari kombinasi atribut yang dipandang ideal untuk individu dan persepsinya tentang kombinasi dari atribut yang sebenarnya. Beberapa model kognitif yang cukup sering dijumpai, antara lain:
1)      The Expectancy Disconfirmation Model
Berdasarkan model yang dikemukakan oleh Oliver ini, kepuasan pelanggan ditentukan oleh dua variabel kognitif,
yakni harapan prapembelian (prepurchase expectations) yaitu keyakinan kinerja yang diantisipasi dari suatu produk atau jasa dan disconfirmation, yaitu perbedaan antara harapan prapembelian dan persepsi purnabeli (post-purchase perception). Para pakar mengidentifikasi tiga pendekatan dalam mengkonseptualisasikan harapan prapembelian (Tse dan Wilton, 1988; Engel et al.,1990), yaitu :
a.      Equitable performance (normative performance), yaitu penilaian normatif yang mencerminkan kinerja yang seharusnya diterima seseorang atas biaya dan usaha yang telah dicurahkan untuk membeli dan menggunakan suatu produk atau jasa.
b.      Ideal performance, yaitu tingkat kinerja optimum atau ideal yang diharapkan oleh seorang konsumen.
c.       Expected performance, yaitu tingkat kinerja yang diperkirakan atau yang paling diharapkan/disukai konsumen (what the performance probably will be). Tipe ini yang paling banyak digunakan dalam penelitian kepuasan/ketidakpuasan pelanggan.
Penilaian kepuasan/ketidakpuasan berdasarkan model expectancy disconfimation ada tiga jenis, yaitu: positive disconfirmation (bila kinerja melebihi yang diharapkan), simple disconfirmation (bila keduanya sama), dan negative disconfirmation (bila kinerja lebih buruk dari pada yang diharapkan).
Kesulitan pada model ini adalah belum ditemukannya konseptualisasi yang pasti mengenai standar perbandingan dan disconfirmation constructs (Tse dan Wilton, 1988).
2.        Equity Theory
Menurut teori ini, seseorang akan puas bila rasio hasil (outcome) yang perolehnya dibandingkan dengan input yang digunakan dirasakan fair atau adil. Dengan kata lain kepuasan terjadi bila konsumen merasakan bahwa rasio hasil terhadap inputnya proporsional terhadap rasio yang sama (outcome dibanding input) yang diperoleh orang lain (Oliver dan DeSarbo,1988).
3.        Atribution Theory
Teori ini dikembangkan dari hasil karya Weiner (1971, dalam Oliver dan DeSarbo, 1988; Engel et al., 1990). Teori ini menyatakan bahwa ada tiga dimensi (penyebab) yang menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu hasil (outcome), sehingga dapat ditentukan apakah suatu pembelian memuaskan atau tidak memuaskan. Ketiga dimensi tersebut adalah:
a.      Stabilitas atau variabilitas. Apakah faktor penyebabnya sementara atau permanen?
b.      Locus of causality. Apakah penyebabnya berhubungan dengan konsumen (external attribution) atau dengan pemasaran (internal attribution)? Internal attribution dikaitkan dengan kemampuan dan usaha
yang dilakukan pemasar. Sedangkan external attribution dihubungkan dengan berbagai faktor seperti tingkat kesulitan atau tugas (task difficulity) dan faktor keberuntungan.
c.       Controllability. Apakah penyebab tersebut berbeda dalam kendali kemauannya sendiri ataukah dihambat oleh faktor luar yang tidak dapat dipengaruhi.
2          Model Afektif
Model afektif menyatakan bahwa penilaian pelanggan individual terhadap suatu produk atau jasa tidak semata-mata berdasarkan perhitungan rasional, namun juga berdasarkan kebutuhan subyektif, aspirasi dan pengalaman. Fokus model afektif ini dititikberatkan pada tingkat aspirasi, perilaku belajar (learning behaviour), emosi, perasaan spesifik (apresiasi, kepuasan, keengganan, dan lain-lain), suasana hati (mood), dan lain-lain. Maksud dari fokus ini adalah agar dapat dijelaskan dan diukur tingkat kepuasan dalam suatu kurun waktu (longitudinal).
Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler (1996) dalam buku Fandy Tjiptono (2008:34), ada empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:
1.      Sistem Keluhan dan Saran
Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented) perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka.
2.      Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan dengan mempekerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Kemudian mereka melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut.
3.      Lost Customer Analysis
Perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeli atau telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya
4.      Survey Kepuasan Pelanggan
Survey perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya.
Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode survei ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara sebagai berikut :
1)      Directly reported satisfaction
Melakukan pengukuran secara langsung melalui pertanyaan tentang tingkat kepuasan pelanggan.
2)      Derived dissatisfaction
Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu dan besarnya kinerja yang mereka rasakan.
3)      Problem analysis
Pelanggan diminta untuk mengungkapkan masalah yang dihadapi berkaitan dengan produk atau jasa dan memberikan saran-saran perbaikan.
4)      Importance-performance analysis
Responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan dan tingkat kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen/atribut tersebut.
Dimensi Kepuasan Pelanggan
Gerson (2012:61) dalam Mayantoko (2014), menjelaskan bahwa ada lima dimensi yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, yaitu:
1.      Kecepatan pelayanan; dilihat dari kecepatan memberikan tanggapan, penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan.
2.      Keramahan karyawan; dilihat dari perilaku sopan santun, tutur kata, penampilan yang menarik.
3.      Pengetahuan karyawan; mampu menjelaskan dengan memuaskan, memberikan advokasi dan alternative solusi.
4.      Jumlah pelayanan yang tersedia; yaitu rasio-rasio tempat pelayanan dengan yang dilayani atau rasio jumlah aparat dengan yang dilayani.
5.      Tampilan formalitas; dilihat dari ketersediaaan sarana pendukung, kerapihan dan kenyamanan tempat kerja.



No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Management introducing uts 2019

MANAGEMENT INTRODUCTIONS   SOAL UTS         : 2019 /semester I , Waktu    : 1 jam. -------------------------------------------------...