Pengertian Jasa
Berikut ini akan dijelaskan beberapa
pengertiaan jasa menurut para ahli:
Pengertian jasa menurut William J. Stanton (1981:529) dalam buku
Buchari Alma
(2013:243):
Service
are those separately identifitable, essentially intangible activities that
provide want-satisfaction, and that are not necessarily tied to the sale of a
productor another service. To produce a service may or may not require the use
of tangible goods. However, when such use is required, there is no transfer of
the title ( permanent ownership) to these tangible goods.
Jasa adalah sesuatu yang dapat di
identifikasi secara terpisah tidak terwujud, di tawarkan untuk memenuhi
kebutuhan, jasa dapat dihasilkan dengan menggunakan benda-benda berwujud atau
tidak.
Kemudian menurut Vlarie A. Zeithaml dan Mary Jo Bitner
(2000:3) dalam buku Buchari Alma (2011:243):
Broad
definition is one that defines services “include all economic activities whose
output is not a physical product or construction, is generally consumed at the
time it is produced, and provides added value in form (such as convenience,
amusement, timeliness, comfort, or health) that are essentially intangible
concerns of its first furchaser.
Jasa adalah suatu kegiatan ekonomi
yang outputnya bukan produk dikonsumsi bersamaan dengan waktu produksi dan
memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat) bersifat
tidak berwujud.
Selanjutnya menurut kotler (1996:467)
dalam buku Nasution (2004:6), Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang
dapat ditawarkan kepada pihak lain, pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan apapun, produksi jasa mungkin berkaitan dengan produk
fisik atau tidak.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa jasa adalah sesuatu yang sifatnya tidak berwujud, tidak mengakibatkan
kepemilikan apa pun, hanya bisa dirasakan manfaatnya dan memberikan nilai tambah
(seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat).
Karakteristik
Jasa
Jasa memiliki empat karakteristik utama yang membedakannya dari barang.
Karakteristik jasa menurut Fandy Tjiptono (2008:136) yaitu:
1.
Intangibility
Jasa
berbeda dengan barang. Jika barang merupakan suatu obyek, alat, atau benda,
maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja (performance),
atau usaha. Bila barang dapat dimiliki, maka jasa hanya bisa dikonsumsi tetapi
tidak dimiliki.
Meskipun sebagian
besar jasa dapat berkaitan dan didukung oleh produk fisik misalnya telepon
dalam jasa telekomunikasi, pesawat dalam jasa angkutan udara, makanan dalam
jasa restoran. Esensi dari apa yang dibeli pelanggan adalah kinerja yang
diberikan oleh produsen kepadanya.
Jasa
bersifat intangible, maksudnya tidak
dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan
dikonsumsi. Konsep intangible pada jasa memiliki dua pengertian (Berry dalam
Enis dan Cox,1988), yaitu:
1)
Sesuatu
yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa.
2)
Sesuatu
yang tidak dapat dengan mudah didefinisikan, diformulasikan, atau dipahami
secara rohaniah.
Dengan
demikian, orang tidak dapat menilai kualitas jasa sebelum ia
merasakannya/mengkonsumsinya sendiri. Bila pelanggan membeli suatu jasa, ia
hanya menggunakan, memanfaatkan, atau menyewa jasa tersebut. Pelanggan yang
bersangkutan tidak lantas memiliki jasa yang dibelinya. Oleh karena itu, untuk
mengurangi ketidakpastian, para pelanggan akan memperhatikan tanda-tanda atau
bukti kualitas jasa tersebut. Mereka akan menyimpulkan kualitas jasa dari
tempat (place), orang (people), peralatan (equipment), bahan-bahan komunikasi (communication material), simbol, dan harga yang mereka amati.
Oleh karena itu,
tugas pemasar jasa adalah “manage the
evidence” dan “tangiblize the
intangible” (Livitt, 1981). Dalam hal ini, pemasar jasa menghadapi
tantangan untuk memberikan bukti-bukti fisik dan perbandingan pada penawaran
abstraknya.
2.
Inseparability
Barang
biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa dilain
pihak, umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi
secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri
khusus dalam pemasaran jasa. Kedua pihak mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa tersebut. Dalam
hubungan penyedia jasa dan pelanggan ini, efektivitas individu yang
menyampaikan jasa (contact personal)
merupakan unsur penting.
Dengan demikian,
kunci keberhasilan bisnis jasa ada pada proses rekrutmen, kompensasi,
pelatihan, dan pengembangan karyawannya.
3.
Variability
Jasa
bersifat sangat variabel karena merupakan non-standardized
output, artinya banyak variabel bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada
siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Para pembeli jasa sangat
peduli dengan variabilitas yang tinggi ini dan seringkali mereka meminta
pendapat orang lain sebelum memutuskan untuk memilih.
Dalam hal ini
penyedia jasa dapat melakukan tiga tahap dalam pengendalian kualitasnya:
1)
Melakukan
investasi dalam seleksi dan pelatihan personil yang baik.
2)
Melakukan
standardisasi proses pelaksanaan jasa (service-performance
process). Hal ini dapat dilakukan dengan jalan menyiapkan suatu cetak biru (blue-print) jasa yang menggambarkan
peristiwa dan proses jasa dalam suatu diagram alur, dengan tujuan untuk
mengetahui faktor-faktor potensial yang dapat menyebabkan kegagalan dalam jasa
tersebut.
3)
Membantu
kepuasan pelanggan melalui sistem saran dan keluhan, survei pelanggan, dan comparison shopping, sehingga pelayanan
yang kurang baik dapat dideteksi dan dikoreksi.
4. Perishability
Jasa merupakan komoditas tidak tahan
lama dan tidak dapat disimpan. Kursi kereta api yang kosong, kamar hotel yang
tidak dihuni, atau jam tertentu tanpa pasien di tempat praktik seorang dokter,
akan berlalu/hilang begitu saja karena tidak dapat disimpan untuk dipergunakan
diwaktu yang lain. Hal ini menjadi masalah bila permintaannya tetap karena
mudah untuk menyiapkan pelayanan untuk permintaan tersebut sebelumnya. Bila
permintaan berfluktuasi, berbagai permasalahan muncul berkaitan dengan
kapasitas menganggur
(saat permintaan sepi) dan pelanggan tidak
terlayani dengan resiko mereka kecewa/beralih ke penyedia jasa lainnya (saat
permintaan puncak).
Klasifikasi Jasa
Jasa dapat diklasifikasikan berdasarkan
berbagai kriteria-kriteria. Lovelock (1992) dalam buku Fandy Tjiptono
(2008:134) melakukan klasifikasi lima kriteria, yaitu:
1.
Berdasarkan sifat tindakan jasa
Jasa dikelompokkan ke dalam sebuah matriks
yang terdiri atas dua sumbu, dimana sumbu vertikalnya menunjukkan sifat
tindakan jasa (tangible actions dan
intangible action), sedangkan sumbu horizontalnya adalah penerima jasa
(manusia dan benda).
2.
Berdasarkan hubungan dengan pelanggan
Jasa dikelompokkan ke dalam sebuah matriks
yang terdiri dari atas dua sumbu, dimana sumbu vertikalnya menunjukkan tipe
hubungan antara perusahaan jasa dan pelanggannya (hubungan keanggotaan dan tak
ada hubungan formal), sedangkan sumbu horizontalnya adalah sifat penyampaian
jasa (penyampaian secara berkesinambungan dan penyampaian diskret).
3.
Berdasarkan tingkat customization dan judgment dalam penyampaian jasa
Jasa dikelompokkan ke dalam sebuah matriks
yang terdiri atas dua sumbu, dimana sumbu vertikalnya menunjukkan tingkat customization karakteristik jasa (tinggi
dan rendah), sedangkan sumbu horizontalnya adalah tingkat judgment yang diterapkan oleh contact
personnel dalam memenuhi kebutuhan pelanggan industrial (tinggi dan
rendah).
4.
Berdasarkan sifat permintaan dan
penawaran jasa
Jasa dikelompokkan ke dalam sebuah matriks
yang terdiri atas dua sumbu, dimana sumbu vertikalnya menunjukkan sejauh mana
penawaran jasa menghadapi masalah sehubungan dengan terjadinya permintaan
puncak (permintaan puncak dapat melampaui penawaran), sedangkan sumbu
horizontalnya adalah tingkat fluktuasi permintaan sepanjang waktu (tinggi dan
rendah).
5.
Berdasarkan metode penyampaian jasa
Jasa dikelompokkan ke dalam sebuah matriks
yang terdiri atas dua sumbu, dimana sumbu vertikalnya menunjukkan sifat
interaksi antara pelanggan dan perusahaan jasa (pelanggan mendatangi perusahaan
jasa; perusahaan jasa mendatangi pelanggan; serta pelanggan dan perusahaan jasa
melakukan transaksi melalui surat atau media elektronik),
sedangkan sumbu horizontalnya adalah
ketersediaan outlet jasa (single site dan
multiple sites)
Pengertian Kualitas
Sebenarnya ada beberapa definisi yang
berhubungan dengan kualitas, tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa kualitas
atau mutu adalah karakteristik dari suatu produk atau jasa yang ditentukan oleh
pemakai atau customer dan diperoleh
melalui pengukuran serta melalui perbaikan yang berkelanjutan.
Menurut American society for cuality control (Kotler 2000:57)
dalam buku fajar laksana (2008:89) dalam Mayantoko (2013):
Quality is the totality of features and
characteristics of a product or service that bear on its ability to satisfy stated or implied needs. Kualitas
terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, yang memenuhi keinginan pelanggan,
dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk.
Kemudian menurut Philip Kotler dan Kevin Lane
Keller (2007:180) dalam Rahmatriana (2013), Kualitas adalah keseluruhan fitur
dan sifat produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk
memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat.
Selanjutnya menurut Garvin dan Davis (1994)
dalam buku Nasution (2004:41), kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.
Sedangkan menurut Crosby (1979:58) dalam buku
Nasution (2004:41), kualitas adalah conformance to requirement, yaitu sesuai
dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki kualitas
apabila sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Standar kualitas
meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kualitas adalah keseluruhan fitur dan sifat produk atau pelayanan yang
berpengaruh pada kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan konsumen atau melebihi
harapan pelanggan atau konsumen.
Pengertian Pelayanan
Berikut ini akan dijelaskan beberapa
pengertian pelayanan menurut para ahli:
Menurut Kotler (dalam Lukman, 2008:8) dalam buku Daryanto dan
Setyobudi (2014:135) dalam Rahmatriana (2013): Pelayanan adalah setiap kegiatan
yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan
meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.
Selanjutnya menurut Buchari Alma (2011:243) dalam Susilawati
(2014):
Pelayanan adalah jasa atau layanan
yang diberikan kepada konsumen dalam hubungan dengan produk tertentu. Misalnya
layanan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan konsumen, mencari pesanan,
mengatasi keluhan-keluhan, perbaikan-perbaikan reparasi, melayani pembeli di
toko untuk pramuniaga dan sebagainya.
Sedangkan menurut Gronroos (1990:27) dalam buku Daryanto dan
Setyobudi (2014:135) dalam Rahmatriana (2014):
Pelayanan adalah suatu aktivitas atau
serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang
terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau
hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan
untuk memecahkan masalah konsumen/pelanggan.
Dari pendapat beberapa ahli diatas maka dapat
disimpulkan bahwa pelayanan adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang bersifat
tidak kasat mata (tidak dapat diraba) sebagai interaksi antara konsumen dengan
karyawan yang disediakan oleh perusahaan pemberi layanan yang dimaksudkan untuk
memecahkan masalah seperti pertanyaan-pertanyaan yang diajukan konsumen/pelanggan.
Pengertian Kualitas Pelayanan
Berikut ini akan dijelaskan beberapa definisi
kualitas pelayanan menurut para ahli :
Menurut Pandy Tjiptono (2006:59) dalam
Maharani (2010) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan
yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk
memenuhi keinginan pelanggan.
Selanjutnya menurut Wyckof (dalam Lovelock,
1998) dalam buku Zulian Yamit (2004:47), Kualitas pelayanan adalah tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Sedangkan menurut parasuraman, et al., dalam
purnama (2006:19) dalam Normasari, et al., mengemukakan bahwa kualitas
pelayanan adalah perbandingan antara layanan yang dirasakan (persepsi) konsumen
dengan kualitas layanan yang diharapkan konsumen.
Berdasarkan definisi menurut para ahli diatas
maka dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah perbandingan antara
layanan yang dirasakan (persepsi) konsumen dengan kualitas layanan yang
diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan konsumen.
Dimensi kualitas pelayanan
Menurut Zeithaml, Berry, dan Parasuraman
(1985) dalam buku Zulian Yamit (2013:10), telah melakukan berbagai penelitian
terhadap beberapa jenis jasa, dan berhasil mengidentifikasi lima dimensi
karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas
pelayanan. Disimpulkan bahwa terdapat lima dimensi kualitas layanan, sebagai
berikut :
1.
Berwujud (tangibles), yaitu kemampuan
suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal.
Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat
diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari layanan
yang diberikan oleh para pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik (contoh
: gedung, gudang, dan lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang digunakan
(teknologi) serta penampilan pegawainya.
2.
Keandalan (reliability), yakni kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan
sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus
sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, layanan yang sama
untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan dengan akurasi
yang tinggi.
3.
Ketanggapan (responsivenes), yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan
memberikan layanan yang cepat (responsive)
dan tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan
konsumen menunggu persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.
4.
Jaminan dan kepastian (assurance), yaitu pengetahuan,
kesopansantunan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa
percaya para pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen
antara lain komunikasi (communication),
kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy).
5.
Empati (empathy), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat
individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya
memahami keinginan mereka.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.