Pengertian Kepuasan
Pelanggan
Berikut ini akan dijelaskan beberapa definisi
kepuasan pelanggan menurut para ahli:
Menurut Kotler, et al.,(1996) dalam buku Fandy
Tjiptono (2008:24), Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang
setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan di bandingkan dengan
harapannya.
Kemudian menurut Day (dalam Tse dan Wilton, 1988) dalam buku Fandy
Tjiptono (2008:24):
menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan
pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang di rasakan antara
harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang
dirasakan setelah pemakaiannya.
Selanjutnya menurut Wilkie (1990) dalam buku
Fandy Tjiptono (2008:24), kepuasan konsumen adalah suatu tanggapan emosional
pada ealuasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk.
Sedangkan menurut Engel, et al.,(1996) dalam
buku Fandy Tjiptono (2008:24), kepuasan pelanggan adalah evaluasi purnabeli
dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan
pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan.
Dari beberapa definisi menurut para ahli
diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon konsumen
pada evaluasi perepsi terhadap perbedaan harapan dan kinerja yang dirasakan
setelah pemakaian produk atau jasa.
Teori Kepuasan Pelanggan
Pelanggan atau konsumen yang secara kontinue
dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk menggunakan produk
atau jasa dapat dikatakan bahwa mereka meras puas akan produk atau jasa yang
telah diberikan oleh perusahaan.
Adanya perasaan yang lebih yang dirasakan
ketika sesuatu hasrat atau keinginan yang diharapkannya tercapai. Dari
pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kepuasan konsumen
mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja hasil yang dirasakan.
Berdasarkan perspektif psikologi, terdapat dua
model kepuasan pelanggan, yaitu model kognitif dan model afektif.
1.
Model Kognitif
Pada model ini, penilaian pelanggan
didasarkan pada perbedaan antara suatu kumpulan dari kombinasi atribut yang
dipandang ideal untuk individu dan persepsinya tentang kombinasi dari atribut
yang sebenarnya. Beberapa model kognitif yang cukup sering dijumpai, antara
lain:
1)
The Expectancy Disconfirmation Model
Berdasarkan model yang dikemukakan oleh Oliver
ini, kepuasan pelanggan ditentukan oleh dua variabel kognitif,
yakni harapan prapembelian (prepurchase
expectations) yaitu keyakinan kinerja yang diantisipasi dari suatu produk atau
jasa dan disconfirmation, yaitu perbedaan antara harapan prapembelian dan
persepsi purnabeli (post-purchase perception). Para pakar mengidentifikasi tiga
pendekatan dalam mengkonseptualisasikan harapan prapembelian (Tse dan Wilton,
1988; Engel et al.,1990), yaitu :
a.
Equitable performance (normative performance), yaitu penilaian normatif yang mencerminkan kinerja yang
seharusnya diterima seseorang atas biaya dan usaha yang telah dicurahkan untuk
membeli dan menggunakan suatu produk atau jasa.
b.
Ideal performance, yaitu tingkat kinerja optimum atau
ideal yang diharapkan oleh seorang konsumen.
c.
Expected performance,
yaitu tingkat kinerja yang diperkirakan atau yang paling diharapkan/disukai
konsumen (what the performance probably will be). Tipe ini yang paling banyak
digunakan dalam penelitian kepuasan/ketidakpuasan pelanggan.
Penilaian kepuasan/ketidakpuasan berdasarkan
model expectancy disconfimation ada
tiga jenis, yaitu: positive
disconfirmation (bila kinerja melebihi yang diharapkan), simple disconfirmation (bila keduanya
sama), dan negative disconfirmation
(bila kinerja lebih buruk dari pada yang diharapkan).
Kesulitan pada model ini adalah belum ditemukannya konseptualisasi
yang pasti mengenai standar perbandingan dan disconfirmation constructs (Tse dan Wilton, 1988).
2.
Equity Theory
Menurut teori ini, seseorang akan puas
bila rasio hasil (outcome) yang
perolehnya dibandingkan dengan input yang digunakan dirasakan fair atau adil.
Dengan kata lain kepuasan terjadi bila konsumen merasakan bahwa rasio hasil
terhadap inputnya proporsional terhadap rasio yang sama (outcome dibanding input) yang diperoleh orang lain (Oliver dan
DeSarbo,1988).
3.
Atribution Theory
Teori ini dikembangkan dari hasil karya Weiner
(1971, dalam Oliver dan DeSarbo, 1988; Engel et al., 1990). Teori ini
menyatakan bahwa ada tiga dimensi (penyebab) yang menentukan keberhasilan atau
kegagalan suatu hasil (outcome),
sehingga dapat ditentukan apakah suatu pembelian memuaskan atau tidak
memuaskan. Ketiga dimensi tersebut adalah:
a.
Stabilitas atau variabilitas. Apakah
faktor penyebabnya sementara atau permanen?
b.
Locus of causality.
Apakah penyebabnya berhubungan dengan konsumen (external attribution) atau dengan pemasaran (internal attribution)? Internal
attribution dikaitkan dengan kemampuan dan usaha
yang dilakukan pemasar. Sedangkan external attribution dihubungkan dengan
berbagai faktor seperti tingkat kesulitan atau tugas (task difficulity) dan faktor keberuntungan.
c.
Controllability. Apakah penyebab tersebut berbeda
dalam kendali kemauannya sendiri ataukah dihambat oleh faktor luar yang tidak
dapat dipengaruhi.
2
Model Afektif
Model afektif menyatakan bahwa penilaian
pelanggan individual terhadap suatu produk atau jasa tidak semata-mata
berdasarkan perhitungan rasional, namun juga berdasarkan kebutuhan subyektif,
aspirasi dan pengalaman. Fokus model afektif ini dititikberatkan pada tingkat
aspirasi, perilaku belajar (learning
behaviour), emosi, perasaan spesifik (apresiasi, kepuasan, keengganan, dan
lain-lain), suasana hati (mood), dan
lain-lain. Maksud dari fokus ini adalah agar dapat dijelaskan dan diukur
tingkat kepuasan dalam suatu kurun waktu (longitudinal).
Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler (1996) dalam buku Fandy
Tjiptono (2008:34), ada empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:
1.
Sistem Keluhan dan Saran
Setiap organisasi yang berorientasi pada
pelanggan (customer-oriented) perlu
memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan
saran, pendapat dan keluhan mereka.
2.
Salah satu cara untuk memperoleh
gambaran mengenai kepuasan pelanggan dengan mempekerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau
bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing.
Kemudian mereka melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan
produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian
produk-produk tersebut.
3. Lost Customer Analysis
Perusahaan berusaha menghubungi para
pelanggannya yang telah berhenti membeli atau telah pindah pemasok agar dapat
memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan
perbaikan/penyempurnaan selanjutnya
4.
Survey Kepuasan Pelanggan
Survey perusahaan akan memperoleh tanggapan
dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga memberikan
tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya.
Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode
survei ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara sebagai berikut :
1) Directly reported satisfaction
Melakukan pengukuran secara langsung melalui
pertanyaan tentang tingkat kepuasan pelanggan.
2) Derived dissatisfaction
Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal
utama, yakni besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu dan besarnya
kinerja yang mereka rasakan.
3) Problem analysis
Pelanggan diminta untuk mengungkapkan masalah
yang dihadapi berkaitan dengan produk atau jasa dan memberikan saran-saran
perbaikan.
4) Importance-performance analysis
Responden diminta untuk menilai tingkat
kepentingan dan tingkat kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen/atribut
tersebut.
Dimensi Kepuasan Pelanggan
Gerson (2012:61) dalam Mayantoko (2014), menjelaskan
bahwa ada lima dimensi yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, yaitu:
1.
Kecepatan pelayanan; dilihat dari
kecepatan memberikan tanggapan, penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan.
2.
Keramahan karyawan; dilihat dari
perilaku sopan santun, tutur kata, penampilan yang menarik.
3.
Pengetahuan karyawan; mampu
menjelaskan dengan memuaskan, memberikan advokasi dan alternative solusi.
4.
Jumlah pelayanan yang tersedia; yaitu
rasio-rasio tempat pelayanan dengan yang dilayani atau rasio jumlah aparat
dengan yang dilayani.
5.
Tampilan formalitas; dilihat dari
ketersediaaan sarana pendukung, kerapihan dan kenyamanan tempat kerja.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.