Ketika ada seorang karyawan yang meninggalkan perusahaan atau resign,
dan ada orang lain yang menggantikannya, itulah yang disebut dengan turnover.
Keluar dan masuknya karyawan dalam sebuah perusahaan tak bisa dihindari
karena itu adalah hal yang wajar, bahkan menguntungkan perusahaan karena bisa
mendapat karyawan yang lebih baik. Namun, jika turnover karyawan terlalu
sering terjadi dan mengalami peningkatan, tentunya hal ini akan merugikan
perusahaan itu sendiri.
Tipe Turnover Karyawan
Ada dua tipe turnover karyawan, yaitu secara relawan dan tidak. Relawan
turnover adalah mereka yang memiliki alasan untuk resign. Sebaliknya, mereka
yang merupakan non-relawan turnover harus keluar resign karena keputusan yang
dibuat oleh perusahaan, misalnya PHK (pemutusan hubungan kerja).
Secara umum, relawan turnover adalah ukuran yang digunakan untuk
membandingkan perusahaan satu dengan yang lainnya. Tipe ini adalah mereka yang
biasanya terkena pengaruh langsung dari atasan atau supervisor.
Apa yang Dimaksud dengan Tingkat Turnover?
Tingkat turnover adalah perhitungan jumlah karyawan yang telah resign
dan dilihat sebagai persentase dari jumlah total karyawan. Walaupun tingkat
turnover dihitung dan dilaporkan per tahun, namun jumlah tersebut juga dapat
dilihat dalam periode tertentu.
Cara untuk Menghitung Tingkat Turnover Karyawan
Anda bisa menghitung tingkat turnover karyawan dengan membagi jumlah
karyawan yang resign dengan jumlah karyawan yang ada pada periode awal. Angka
ini dinyatakan dalam bentuk persentase baik untuk perhitungan relawan turnover,
non-relawan turnover dan juga total keseluruhan turnover.
Misalnya, perusahaan Anda memiliki 100 karyawan pada awal tahun dan
selama satu tahun ke depan ada enam karyawan yang resign sementara sembilan
orang lainnya terkena PHK.
Dari data tersebut dapat dihitung bahwa tingkat relawan turnover per
tahun adalah 6/100 atau 6%, sementara non-relawan turnover ada sebanyak 9/100
atau 9%. Kemudian total dari keseluruhan turnover adalah 15/100 atau 15% yang
didapatkan dari total non-relawan dan relawan turnover.
Bagaimana Cara Mengatasi Turnover Karyawan?
Bagi non-relawan turnover, hal terbaik yang bisa Anda lakukan adalah menjalankan
perusahaan sebaik mungkin sehingga Anda tak perlu melakukan PHK. Namun
permasalahan keuangan dan kondisi hal-hal tak terduga yang bisa terjadi kadang
memaksa perusahaan agar mau tak mau memberlakukan PHK.
Pastikan Anda dan seluruh divisi bekerja dengan baik untuk menghindari
dan mengatasi hal-hal tak terduga. Pasalnya PHK adalah salah satu hal yang
sebenarnya merugikan perusahaan dan merupakan hal terakhir yang perlu
dilakukan.
Untuk mengurangi jurnlah relawan turnover, tunjukkan kepada
karyawan bahwa mereka akan menyesal atau rugi jika resign dari perusahaan.
Pengaruh terbesar bagi kepuasan seorang karyawan adalah atasan langsung mereka.
Pastikan para menajer di perusahaan Anda terlatih dengan baik untuk memimpin.
Jika Anda adalah
seorang supervisor, manajer atau bahkan pemilik perusahaan, Anda harus
memastikan tingkat turnover karyawan agar tetap rendah.
Hal ini akan membantu pekerjaan banyak orang karena tak akan memakan
banyak waktu, tenaga dan biaya lagi untuk merekrut dan melatih karyawan baru.
Selain itu, Anda juga bisa menggunakan aplikasi HR untuk mempermudah
perusahaan dalam mengelola segala urusan administrasi karyawan.
Dengan memanfaatkan jasa aplikasi HRD, Anda dan tim dapat berfokus pada
hal-hal yang lebih bersifat pengembangan usaha, dan bagian HRD dapat berfokus
pada upaya-upaya pengembangan karyawan yang potensial dalam perusahaan.
Intensi Turn Over
Arti intensi adalah niat atau keinginan yang timbul pada individu untuk
melakukan sesuatu. Turnover adalah berhentinya seseorang karyawan dari
tempatnya bekerja secara sukarela. Intensi turnover adalah kecenderungan
atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela
menurut pilihannya sendiri (Zeffane,1994).
Model konseptual dan model empiris tentang intensi turnover mendukung
proposisi yang menyatakan bahwa intensi perilaku membentuk determinan paling
penting dari perilaku sebenarnya (actual behavior) (Pare and Trembaly ,
2001). Sementara itu menurut Mueller (2003:2), penelitian mengenai proses turnover
sebaiknya dimulai ketika karyawan baru mulai bekerja atau menjadi anggota
organisasi. Intensi turnover ada di bawah kontrol individu, sehingga
dapat memberikan hasil penelitian yang lebih cepat dan relatif mudah diprediksi
dibanding perilaku turnover nya.
Tingkat turnover adalah kriteria yang cukup baik untuk mengukur
stabilitas yang terjadi di organisasi tersebut, dan juga bisa mencerminkan
kinerja dari organisasi (Muchinsky, (1993 ). Turnover mengarah pada
kenyataan akhir yang dihadapi organisasi berupa jumlah karyawan yang
meninggalkan organisasi pada periode tertentu, sedangkan keinginan berpindah
mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungannya dengan
organisasi dan belum diwujudkan dalam tindakan pasti meninggalkan organisasi.
Menurut Zeffane (1994) ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap turnover,
diantaranya adalah faktor eksternal, yakni pasar tenaga kerja,faktor
institusi yakni kondisi ruang kerja, upah, ketrampilan kerja, dan supervsi,
karakteristik personal dari karyawan seperti intelegensi, sikap, masa lalu,
jenis kelamin, minat, umur, dan lama bekerja serta reaksi individu terhadap
pekerjaanya.
Tingkat perpindahan kerja karyawan yang terlalu tinggi mengakibatkan
biaya yang ditanggung organisasi jauh lebih tinggi dibanding kesempatan
memperoleh peningkatan kinerja dari karyawan baru (Suwandi dan Indriartoro
,1999).
Perusahaan yang memiliki angka turnover yang tinggi
mengindikasikan bahwa karyawan tidak betah bekerja di perusahaan tersebut. Dari
sisi ekonomi, perusahaan akan mengeluarkan cost yang cukup besar karena
sering melakukan rekrutmen, pelatihan dan menguras tenaga serta biaya dan
faktor-faktor lain yang mempengaruhi suasana kerja menjadi kurang menyenangkan.
Selain itu, adanya turnover menurut Feinstein & Harrah (2002)
dapat menggangu proses komunikasi, produktivitas serta menurunkan kepuasan
kerja bagi karyawan yang masih bertahan. Organisasi selalu berusaha mencari
cara untuk menurunkan tingkat perputaran karyawan, terutama dysfunctional
turnover yang menimbulkan berbagai potensi biaya seperti biaya pelatihan
yang sudah diinvestasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang mesti
dikorbankan, serta biaya rekrutmen dan pelatihan kembali.
Dengan menggunakan taksonomi turnover yang membedakan perilaku
berpindah kerja suka rela (voluntary turnover) dalam dua kelompok, yang
dapat dihindari (avoidable) dan yang tidak dapat dihindari (unavoidable)
perusahaan, maka studi tersebut akan lebih berguna bagi pengembangan teori turnover.
Antara karyawan yang meninggalkan organisasi secara suka rela tetapi
tidak dapat dihindari dan karyawan yang tetap tinggal pada organisasi [stayers)
tidak dapat dibedakan karakteristik tingkat kepuasan dan komitmennya.
Akibatnya hasil studi yang menggunakan angka voluntary turnover yang
tidak membedakan kedua kelompok ini cenderung lemah hubungan antar variabelnya
Perpindahan kerja sukarela yang dapat dihindari disebabkan karena alasan
: upah yang lebih baik di tempat lain, kondisi kerja yang lebih baik di
organisasi lain, masalah dengan kepemimpinan / administrasi yang ada, serta
adanya organisasi lain yang lebih baik. Perpindahan kerja suka rela yang tidak
dapat dihindari disebabkan oleh alasan-alasan : pindah ke daerah lain karena
mengikuti pasangan, perubahan arah karir individu, harus tinggal di rumah untuk
menjaga pasangan / anak, dan kehamilan (Suwandi & Indriartoro 1999 )
Penyebab Terjadinya Turnover
Ada beberapa aspek yang bisa dipakai sebagai prediktor dari turnover.
Mueller (2003)
1. Variabel
Kontekstual.
Permasalahan mengenai konteks adalah komponen yang penting dalam
mempelajari perilaku. Faktor yang penting dalam permasalahan mengenai turnover
adalah adanya alternatif pekerjaan lain yang tersedia di luar organisasi,
alternatif-alternatif organisasi dan bagaimana individu tersebut menerima nilai
atau menghargai perubahan pekerjaan (perceived costs of job change).
Variabel kontekstual ini terdiri dari:
a. Alternatif-alternatif
yang ada di luar organisasi (External alternatives)
Dikarenakan adanya kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi
di saat mereka memiliki tempat yang menjadi tujuan, maka literatur lebih
menekankan pada persepsi mengenai alternatif eksternal sebagai prediktor dari turnover
organisasional. Sementara itu dari sisi individu, umumnya membentuk intensi
untuk turnover berdasarkan impresi subyektif dari pasar tenaga kerja,
dan umumnya individu-individu ini akan benar-benar melakukan perpindahan kerja,
jika persepsi yang ia bentuk sesuai dengan kenyataan dan mereka merasaaman
dengan pekerjaan yang baru.Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka
pengangguran yang rendah berkaitan dengan peningkatan angka turnover.
b. Alternatif-atternatif
yang ada di dalam organisasi (Internal alternatives)
Bagi banyak karyawan, minat dan ketertarikan pada pekerjaan tidak hanya
semata didasarkan pada posisi yang tersedia namun juga konteks organisasi
secara keseluruhan. Salah satu konteks organisasional yang penting tersedianya
adalah alternatif di dalam organisasi tersebut. Ketersediaan dan kualitas
pekerjaan yang' bisa dicapai dalam organisasi bisa digunakan sebagai indeks
utilitas dari turnover disamping persepsi terhadap alternatif eksternal.
Karyawan tidak akan melakukan turnover dari organisasi jika ia merasa
bahwa ia bisa atau mempunyai kesempatan untuk pindah [internal transfer) ke
pekerjaan lain, di organisasi yang sama yang dianggapnya lebih baik.
c. Harga
/nilai dari perubahan kerja ( Cost of job change)
Individu meninggalkan organisasi seringkali dikarenakan tersedianya
alternatif-alternatif yang mendorong mereka untuk keluar dari organisasi. Namun
ada faktor lain yang membuat individu memilih untuk tetap bertahan, yakni
faktor keterikatan (Embeddedness) Individu yang merasa terikat dengan
organisasi cenderung untuk tetap bertahan di organisasi. Keterikatan
menunjukkan pada kesulitan yang dihadap oleh individu untuk berpindah /
mengubah pekerjaan, meski ia mengetahui adanya alternatif yang lebih baik di luar.
Salah satu faktor yang meningkatkan harga dari turnover adalah asuransi
kesehatan dan benefit-benefit yang didapat dari organisasi (misal
pensiun dan bonus-bonus). Hubungan finansial ini juga berkaitan erat dengan
komitmen kontinuans [continuance commitment), yaitu kesadaran karyawan
bahwa turnover membutuhkan biaya .
2. Sikap
Kerja (Work Attitudes).
Model turnover umumnya menitikberatkan sikap karyawan terhadap
pekerjaan dan organisasinya sebagai pemicu dari proses turnover. Hampir
semua model proses turnover dimulai dengan premise yang menyatakan bahwa
keputusan untuk turnover dikarenakan oleh tingkat kepuasan kerja yang
rendah dan komitmen organisasi yang rendah pula. Tercakup sikap kerja
diantaranya adalah :
a. Kepuasan keria. Kepuasan kerja adalah
sikap yang paling berpengaruh terhadap turnover.Hasil
studi menunjukkan bahwa kepuasan kerja berkaitan erat dengan proses kognisi
menarikdiri (pre-withdrawl cognition), intensi untuk pergi dan tindakan
nyata berupa turnover
b. Komitmen
Oreanisasi. Selain kepuasan dengan pekerjaan, komitmen seseorang
terhadaporganisasi dan tujuannya merupakan salah satualasan seseorang untuk
tetap bertahan.Beberapa teori menempatkan turnoversebagai faktor kuat yang
menghambat terjadinyaturnover dibanding factor kepuasan.
3. Kejadian-kejadian
kritis (Critical Events).
Menurut Beachs dalam Mueler (2003), kebanyakan orang jarang memutuskan
apakah mereka tetap bertahan di pekerjaan yang ada ataupun tidak, dan tetap
mempertahankan pekerjaan yang sama sebagai fungsi dari suatu pilihan dibanding
suatu kebiasaan. Kejadian-kejadian kritis, memberikan kejutan yang cukup kuat
bagi sistem kognitif individu untuk menilai ulang kembali situasi yang dihadapi
dan melakukan tindakan nyata. Contoh dari kejadian-kejadian kritis diantaranya
adalah perkawinan, perceraian, sakit atau kematian dari pasangan, kelahiran
anak, kejadian yang berkaitan dengan pekerjaan seperti diabaikan dalam hal
promosi, menerima tawaran yang lebih menjanjikan atau mendengar tentang kesempatan
kerja yang lain. Semua kejadan-kejadian tersebut bisa meningkatkan atau
menurunkan kecenderungan seseorang untuk turnover, karena setiap
kejadian bisa disikapi secara berbeda antara individu yang satu dengan yang
lain.
Kejadian-kejadian ini merupakan anteseden dari proses penarikan diri
dari organisasi (organizational withdrawal), yang diikuti oleh penarikan
diri dari pekerjaan (work withdraw!) serta usaha mencari pekerjaan lain (search
for alternatives) dan pada akhirnya diakhiri dengan keputusan keluar dari
pekerjaan.
Employee turnover
Employe turnover adalah mengacu pada jumlah persentase karyawan yang
meninggalkan perusahaan dan digantikan dengan karyawan baru. Sekilas, employee
turnover mungkin terdengar wajar karena hal tersebut biasa terjadi pada
berbagai perusahaan. Namun, jikadibiarkan begitu saja, employee turnover dapat
membawa kerugian, mulai dari aspek finansial hingga memburuknya budaya
perusahan.
Mengukur tingkat employee turnover dapat menjadi cara tepat untuk
memahami mengapa karyawan meninggalkan perusahaan dan apa yang bisa Anda
lakukan untuk mengatasi isu tersebut.
1. Penyebab
Employee Turnover
Ada cukup banyak penyebab terjadinya employee turnover. Kebanyakan di
antaranya berkaitan dengan iingkungan kerja yang negatif. Namun, dua faktor
utamanya justru berasal dari isu perekrutan dan manajerial.
·
Perekrutan
Berdasarkan data yang didapat dari RainMaker Group, sebanyak 80%
karyawan melakukan turnover karena isu perekrutan. Itulah mengapa penting bagi
Anda untuk memastikan bahwa perusahaan Anda memiliki proses perekrutan yang
baik. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan membuat deskripsi
pekerjaan sejelas mungkin sehingga calon karyawan bisa memprediksi tentang
hal-hal yang harus mereka lakukan nantinya.
·
Manager yang Buruk
Hal lain yang menyebabkan terjadinya employee turnover adalah manager
yang buruk. Tentu tidak semua manager buruk, tetapi tidak sedikit manager yang
memperlakukan karyawan mereka dengan benar. Perlu diingat bahwa kebanyakan
orang tidak mengeluarkan diri dari pekerjaan, melainkan atasan mereka. Jadi,
pastikan bahwa manager Anda memberi perlakukan yang baik dan adil kepada
seluruh karyawan di perusahaan.
2. Cara
Menghitung Rate Employee Turnover
Kabar baiknya, employee turnover dapat diukur dengan menggunakan rumus
sederhana sebagai berikut:
Jumlah karyawan yang keluar dari perusahaan selama setahun / [(Jumlah
karyawan pada awal tahun + jumlah karyawan pada akhir tahun) / 2] x 100
Sebagai contoh, anggaplah Anda memiliki perusahaan dengan 100 karyawan. Sebanyak
20 di antaranya memutuskan untuk keluar sepanjang tahun tertentu. Pada awal
tahun, Anda memiliki 100 karyawan, namun kini Anda memiliki 95 karyawan. Jadi, Anda harus mengikutsertakan jumlah karyawan baru pada
hitungan Anda.
3. Mengurangi
Tingkat Employee Turnover
Pada banyak kasus, cara terbaik untuk mengurangi tingkat employee
turnover adalah dengan memfokuskan diri pada komitmen jangka panjang. Berikut
adalah beberapa cara yang bisa dilakukan:
·
Meningkatkan Kualitas Proses Perekrutan
Seperti yang telah disebutkan di atas, proses perekrutan menjadi salah
satu faktor terbesar penyebab employee turnover. Dengan meningkatkan kualitas
perekrutan, Anda akan merekrut orang-orang yang benar-benar sesuai dan tepat
dengan posisi pekerjaan dan budaya perusahaan.
·
Men-training Manager
Para manager harus memberikan perlakukan yang baik dan adil kepada
seluruh karyawan. Apabila perlu, daftarkan manager perusahaan untuk mengikuti
training kepemimpinan. Anda tidak boleh setengah-setengah dalam hal ini.
·
Memberi Kesempatan untuk Tumbuh
Anda mungkin akan memberi berbagai tugas untuk dikerjakan pada karyawan,
tetapi tetap beri ruang bagi mereka untuk memperbaiki diri, baik sebagai
karyawan maupun individu. Biarkan mereka meningkatkan kemampuan mereka. Dengan
begitu, karyawan Anda tidak hanya menjadi semakin jago dalam hal yang
dikerjakan, mereka juga akan lebih produktif dan tentunya membawa dampak
positif bagi perusahaan.
·
Lebih Fleksibel
Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi adalah salah satu
kunci penting untuk menjaga karyawan tetap bahagia, sehat, dan produktif.
Berilah pekerjaan yang memang sesuai dengan kemampuan dan kapasitas mereka.
Tidak apa-apa sesekali menyuruh mereka lembur, tetapi berikan kompensasi atau
penghargaan lebih kepada mereka.
·
Menanyakan Feedback secara Rutin
Karyawan ingin didengarkan karena hal tersebut membuat opini mereka
dihargai. Anda bisa memanfaatkan hal ini untuk menurunkan tingkat turnover
dengan menanyakan feedback secara rutin dari para karyawan dan mem-follow up
feedback yang Anda terima. Oleh sebab itu, jangan menanyakan feedback apabila
Anda tidak siap untuk bertindak.
Meski terkesan wajar, employee turnover sebetulnya dapat membawa
kerugian tersendiri bagi perusahaan Anda. Agar hal tersebut tidak terjadi,
ketahui dulu penyebabnya agar bisa menentukan solusi yang tepat. Semoga setelah
ini Anda bisa mengurangi terjadinya employee turnover demi pertumbuhan
perusahaan yang lebih baik lagi.
Sebagai seorang HR, tentunya employee turnover menjadi salah satu
fokus utama Anda. Seorang HR harus lebih fokus pada hal-hal yang sifatnya strategic
seperti employee turnover.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.